Suku Dayak Wehea di Kalimantan Timur menymbang Putra Pertamanya Menjadi Diakon (Calon Imam Katolik) Projo
Samarinda, 12 Agustus 2025
Suku Dayak Wehea di Kutai Timur Kalimantan Timur kembali menyumbangkan seorang tenaga inti Pastoral dalam Gereja Katolik menjadi Diakon pada hari Selasa, 12 Agustus 2025 di Kapela Seminari St. Yohanes Don Bosco Keuskupan Agung Samarinda. Perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh Uskup Agung Samarinda, Mgr. Yustinus Harjo Susanto, MSF berlangsung pada pukul 17.30 telah menahbiskan dua orang Diakon atau calon imam Projo Keuskupan Agung Samarinda yakni Diakon Agustinus Jekson Lodan, Pr putra keturunan Maumere kelahiran Tanah Grogot dan Diakon Yovinus Hadinata, Pr putra Dayak Wehea Paroki Nehas Liah Bing.
Setelah lebih dari 100 tahun usia Gereja Katolik di Keuskupan Samarinda, hari ini telah lahir seorang calon Imam Projo Pertama yang disumbangkan oleh komunitas Suku Dayak Wehea atas nama Diakon Yovinus Adinata, SVD. Tahun sebelumnya Suku Dayak Wehea juga menyumbangkan seorang imam dalam tarekat SVD atas nama P. Seratinus Jong, SVD. Dengan demikian, sudah dua orang imam dari Suku Dayak Wehea yang menyebar di Paroki St. Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing disumbangkan untuk Gereja Katolik.
Diakon Yovi bergitu ia sering disapa adalah anak kedua dari dari Pasangan Bpk. Petrus Toni Afandi dan Ibu Yuliana Luen Bong dari Lingkungan St. Yohanes Paulus II Paroki Nehas Liah Bing.
Dalam Kotbahnya. Mgr. Yustinus menegaskan kontradiksi 2 model kepemimpinan sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Yesus, yakni kepemimpinan pemerintah yang cendrung menggunakan tangan besi dan kepemimpinan Yesus yang menekankan pelayanan. Supaya serupa dengan kepemimpinan Yesus, Diakon dipilih untuk melayani tiga hal yakni pelayanan sabda, pelayanan altar dan pelayanan kasih. Tugas utama para Diakon adalah melayani supaya orang bertumbuh dalam iman, bertumbuh dengan penuh harapan dan bertumbuh dalam kasih persaudaraan. Oleh karena itu, para diakon tidak terlepas dari tindakan pengorbanan. para Diakon memberi diri, waktu dan tenaga untuk melayani merupakan bentuk pengorbanan bukan untuk memuliakan diri tetapi seutuhnya demi melayani supaya semua orang menjadi serupa dengan Kristus.
Rektor Seminari St. Yohanes Don Bosco Pastor Hilario, Pr dalam sambutannya juga menyampaikan ucapan terima kasih khusus kepada keluarga yang telah mempersembahkan anaknya untuk Gereja. Para Pastor dan Diakon menurut Pastor Rio tidak bisa memberikan dana kepada orang tua dan keluarganya. "Waktu kecil orang tua menyuap kami dengan makan jasmani, tetapi setelah menjadi Diakon dan Pastor kami menyuap orang tua dengan tubuh dan darah Kristus", tegas Pastor Rio.
Menjadi Imam Katolik adalah pilihan hidup bakti yang dipersembahkan oleh seorang anggota Gereja Katolik yang diberi wewenang untuk merayakan Ekaristi. Sangat jarang orang ingin menjadi imam karena dia harus menjalani 3 nasihat injil yakni Kemurnian (selibat), Kemiskinan dan Ketaatan. Komitmen hidup ini yang membuat orang tidak mudah menjadi imam Gereja Katolik. Diakon Yovi sendiri menjelaskan bahwa untuk sampai pada tahap ini beliau melalui berbagai tahapan formasi. Sebelum dia ditabiskan menjadi Diakon, yang bersangkutan telah mengikuti persiapan selama sepuluh tahun dengan jenjang pembinaan yang berbeda. "Setelah tamat dari SMA Katoli WS Supratman, saya masuk Seminari Don Bosco untuk mengikuti kelas perssiapan atas selama satu tahun, mengikuti masa postulan satu tahun, mengikuti masa orientasi rohani selama satu tahun, selanjutnya saya mengikuti studi FIlsafat di STFT Widya Sasana Malang selama empat tahun. Setelah mendapatkan gelar Sarjana dari STFT beliau menjalani masa Tahun Orientasi Pastoral di Paroki Tanah Grogot selama satu tahun dan Studi Theologi selama dua tahun di Pontianak Kalimantan Barat" demikian ia menjelaskan dengan penuh sukacita. Jika tidak ada halangan Diakon Yovinus Adinata, Pr akan ditabiskan menjadi Imam Katolik pada bulan Maret 2026 yang akan datang.
Selamat berbahagia Diakon Yovi, Pr./mad